Oleh : Zulkifli Nurdin, SE
Wapemred Media cerminnusantara.co.id
Penulis Adalah Pemerhati Sosial.
Memasuki abad ke-21 melanial III di zaman modern ini, Obi Mayor yang dulu di puja bagaikan emas kini telah hilang lenyap di telan bumi, ketika traktor dan sengsor berbunyi Pulau Obi adalah salah satu penyumbang PAD terbesar di Provinsi Maluku dan Kabupaten Maluku Utara waktu tempo Doeloe, tapi apa di kata sekarang hidup di bawah kesengsaraan pendapatan masyarakat di bawah rata-rata semakin sangkingnya masyrakat Obi.
Padahal Dunia pun tahu bahwa terletak di Indonesia bagian timur Maluku Uatara namanya, Halmahera Selatan adalah kabupaten dan Obi hasil potensi berlimpah ruah hasil laut, apalagi pertambangan batu bara, biji besi, emas, mangan, tembaga, batu kristal dan Masi banyak yang tidak bisa di hitung dari perut bumi Kepulauan Obi, begitu juga dengan hasil hutan kayu. Sehingga Obi di katakan daerah dolar bagi pengusaha lokal, nasional dan bahkan internasional tetapi apa di kata pulau Obi bagaikan lahan penggarukan oleh kaum-kaum kapitalis yang hasilnya di bawah ke luar Daerah.
Dengan hasil potensi yang berlimpah ruah sehingga Bank Indonesia (BI) memberanikan diri membuka cabang terbesar di wilayah Indonesia Timur yakni beradah di ibu Kota Perdagangan dan Kota Pendidikan yang sekarang ini adalah kota Ternate.
Sejarah mencatat masuknya BI di Indonesia Timur berada di kota Ternate lantaran perputaran hasil potensi hutan kayu yang saat itu lebat yang di garap oleh Filiphin, China dan Korea di bawah KP PT. POLEKO GRUP dikuasai oleh Baramuli Putra Ayam Jago dari Sulawesi Selatan yang mengguliti di Dunia perhutani.
Sebelum masuknya Filiphin, China dan Korea di Daerah-Daerah lain di Maluku dan Maluku Utara untuk menguasai hasil potensi yang ada terlebih dahulu masuknya ke pulau Obi, sehingga SDM Pulau Obi sudah teruji dengan keahlian dan teknisi mulai dari alat sekecil dan alat berat akan tetapi SDM Pulau Obi selalu di perkucilkan.
Bersambung…….!