Oleh: Andri Sudin Kita ketahui secara bersama dalam angka matematik terdapat sepuluh angka, namun angkah sepuluh telah terjadi gabungan antara satu dengan nol. di mulai dengan angka satu kemudian di akhiri dengan angka sepuluh. setiap angkah yang besar merupakan hasil dari penjumlahan dari angka satu
(Ketua Forum Kemunikasi Alumni IMM Kabupaten Kepulauan Sula)
Sebentar lagi kita telah Mengakhiri Puasa di tahun’ ini dengan merayakan Bari kemenangan (Hari Raya Idul Fitri) di sisi lain virus Corana atau Covid-19 yang tak henti-hentiNya menyebar di belahan dunia. Penyebaran Covid-19 di Indonesia sampai pada Desa-Desa yang terpencil.
Penyebaran Covid-19 memaksakan .asyarakat harus mengurangi aktifitas sehari-harinya (Bekerja) dengan mengikuti Protap Pemerintah.
Semakin Cepat Penyebaran virus ini, semakin banyak pula Bantuan yang di Donasikan.
Bantua Yang di berikan oleh Pemerintah Desa, entah itu bantuan apa Pemerintah Desa tidak menjelaskannya. Apakah ini Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) atau kah Bantuan untuk Pencegahan Penyebaran virus Corona.
Dan juga Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Sosial, dalam beberapa Hari ini membagikan Sembako juga tidak menjelaskan sembako yang di berikan ini untuk Bantuan Apa ?
Oleh sebab itu, saya berharap dalam pembagian Bantuan juga di jelaskan Apakah ini Bantuan dari Pemerintah Pusat atau bantuan dari Pemerintah Daerah.
Oleh: Sriwahyuni Tamrin (Wakil Sekretaris Bidang Pemberdayaan Perempuan KNPI Maluku Utara)
29 Ramadan berlalu, satu hari lagi puncak kemenangan tiba. Sementara Virus Corona atau Covid -19 masih menyesakan dada dan menjadi momok paling menakutkan, dan ini tidak mudah meski kita diminta untuk ‘bersahabat’ dengannya. Segala upaya telah dilakukan, menjaga jarak, menjaga kontak fisik di tengah kerumunan banyak orang, bahkan pembatasan sosial berskala kecil maupun besar terus jadi topik hangat ditengah pandemi covid -19 ini. Bagaimana tidak, kedatangan TKA terus dibebas masukan, di situasi seperti ini jangan heran jika masyarakat berpikir kepentingan korporat lebih diutamakan oleh pemerintah.
Disisi lain, Covid -19 ini memberikan dampak yang sengat besar, terutama dalam pemenuhan hidup warga masyarakat sehari-hari. Walaupun begitu, banyak kalangan yang berkecukupan terus memberikan sumbangsih materi dan non materi kepada warga yang kurang mampu dan yang terpapar. Hal yang sama juga dilakukan oleh pemerintah, yakni salah satu contohnya program pemberian Bantuan Lansung Tunai (BLT).
Kita tentu tau bahwa pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) memberikan bantuan langsung tunai (BLT) untuk mengurangi beban masyarakat desa di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Namun, BLT tersebut hingga kini masih terus jadi perdebatan di lingkungan masyarakat. Bagaimana tidak, banyak peruntukannya dianggap tidak memenuhi standarisasi yang dibutuhkan. Mulai dari prasyarat dan pendataan yang terkesan belum sesuai prosedur. Hal ini dianggap belum tepat sasaran sehingga memunculkan keributan.
Di tempat saya tinggal kelurahan Kalumata RT 11/ RW 005, saya menemukan banyak warga yang mengeluhkan terkait penerima BLT yang masih menggunakan data Bantuan Sosial (BANSOS) yang lama. Sebab, banyak warga kurang mampu juga yang belum terdata secara maksimal. Bahkan sempat terjadi ribut di salah satu kantor lurah dalam rangka memprotes kebijakan pemberian BLT yang dianggap masih tebang pilih. Padahal kita tau, bahwa dampak covid -19 ini dirasakan hampir semua masyarakat yang secara ekonomi belum berkecukupan. Pun mungkin saja di kelurahan atau desa tempat kalian tinggal bukan ? Apakah kalian menemukan keanehan ? Apakah perlu ada lobi-lobi khusus lagi ?
Jika benar-benar BLT itu sesuai peruntukannya, maka seharusnya pihak penyalur atau lurah harus melakukan pendataan baru di setiap wilayah di lingkungan RT/RW dan Desa. Supaya, warga tidak merasa dicurangi dan diabaikan. Karena jika sudah ada pembaharuan data, maka seharusnya kehadiran pihak pendata juga perlu dalam rangka tidak memunculkan kecurigaan dan sekaligus memberikan pemahaman terkait standar prasyarat penerima bantuan.
Jika ada diantara pembaca yang budiman mengatakan sudah ada pendataan, mohon untuk meyebut di daerah mana dan siapa yg mendata, supaya lebih jelas dan menjadi refrensi bagi desa atau kelurahan yang lain. Sebab prosedurnya harus ada pembentukan relawan desa untuk Covid -19, setelah itu dilakukan pendataan ke RT, RW dan Desa, kemudian musyawarah dan buat validasi data yang didapatkan di lapangan. Setelah itu data tersebut diberikan ke walikota atau bupati melalui masing-masing camat. Barulah bantuan bisa diberikan selama lima hari setelah bantuan sudah tiba. (Sumber Liputan6.com 27 April 2020).
Lalu apa saja persyaratannya, kata Menteri Desa PDTT, Abdul Halim Iskandar bahwa dua syarat calon penerimaan dana BLT, pertama, penerima merupakan masyarakat desa yang masuk dalam pendataan RT/RW dan berada di desa tersebut, masyarakat yang akan masuk pendataan adalah mereka yang kehilangan mata pencarian di tengah pandemi corona.
Kedua, calon penerima tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (bansos) lain dari pemerintah pusat. Artinya, calon penerima BLT dari Dana Desa merupakan mereka yang tidak menerima Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Paket Sembako, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) lain, hingga Kartu Prakerja. Bahkan juga bagu usia lansia yang adalah pengidap sakit kronis dan cukup lama bisa didata untuk menerima. (sumber; CNNIndonesia, 1 Mei 2020).
Pertanyaannya ? Sudah adakah pembaharuan data dari pihak kelurahan atau Desa? Jangan sampai banyak penerima BLT adalah mereka yang juga penerima Bantuan sosial lain dari pemerintah pusat. Ini bukan menuduh tapi bagian dari langkah ikhtiar untuk mencegah konflik di tengah masyarakat. Sebab demikian perlu ada pengawalan dan pengawasan secara bersama-sama.
Kita butuh kepekaan sosial terkait ini, bukan karena kita adalah bagian dari penerima manfaat BLT saja ataukah bukan dari penerima manfaat BLT, akan tetapi karena sudah banyak kasus terkait pemberian bantuan yang bermasalah dan tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP). Setidaknya ini bisa menjadi rujukan untuk tetap mengawal proses pemberian BLT ini sesuai sasaran dan peruntukan. Jika kita antipati dan tidak mau pusing, bisa kita bayangkan berapa banyak oknum yang diuntungkan dan berapa jumlah masyarakat yang dirugikan.
Apalagi di tengah pandemi Covid -19 ini, pemerintah tidak boleh hanya fokus pada perintah #DiRumahAja tanpa memperhatikan alokasi dana bantuan yang seharusnya diterima oleh warga yang kurang mampu dan terdampak virus Corona. Bahkan jika boleh, pemerintah daerah harus membuat Satgas Gugus Tugas terkait penyaluran penerima manfaat BLT tersebut. Kenapa ? Sebab ini berkaitan dengan Trust (kepercayaan).
Sebab, yang memberi mandat ke pemerintah adalah Rakyat. Maka berlaku adil dan objektif patut kiranya dilakukan, dalam rangka menjaga kondisi sosial masyarakat lebih stabil dan kondusif. Trust berkaitan dengan erat dengan moralitas, jika Pemerintah kita tidak lagi memiliki kepercayaan atas rakyatnya maka ia telah kehilangan moralitas.
Seperti yang ditulis Fukuyama (1995) bahwa Trust adalah moralitas yang mendasari tingkat saling percaya dalam masyarakat. Begitu pun Mahatmah Ghandi (Alfan Alfian, 2002) menyebut bahwa diantara sikap moral yang paling penting adalah membangun kepercayaan diri dan kepercayaan dengan orang lain).
Oleh sebab itu, semoga saja pemerintah kita bisa memperhatikan masalah penyaluran penerima manfaat BLT ini dengan adil dan bijaksana, serta tidak karena memandang dari status tertentu, seperti orang dekat, faktor keluarga.
Saat ini, Dunia mengalami bencana besar yakni, pandemi Coronavirus (Covid-19) yang menyebar sampai ke pelosok Desa Indonesia. Wabah ini dikatakan sebagai pandemi oleh organisasi kesehatan dunia World Health Organizational (WHO) yang terjadi di sebagian besar negara-negara di Dunia.
Untuk Indonesia saat ini, grafik terpapar hingga korban jiwa Covid-19 grafiknya terus meningkat. Sebab dari korban tersebut sehingga wabah ini di tetapakan sebagai bencana nasional.
Dalam rangka penanggulangan penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional, maka perlu di ambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa baik di tingkat pusat maupun daerah, termasuk perlunya dilakukan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, pada pemilihan serentak di 2020 agar dapat berjalan secara demokratis dan berkualitas serta dapat menjaga stabilitas politik dalam negeri seperti dalam Perpu no 2 tahun 2020.
Salah satu momentum besar bangsa ini di tengah menjalar nya covid-19 adalah momen PILKADA Serentak yang di rencanakan terselenggara pada septermber 2020. Untuk maluku utara ikut dalam kontestan tersebut 8 dari 10 kabupaten/kota yang ada di provinsi Malut yang ikut dalam percaturan politik sehingga berbagai iklan kampanye yang berkeliaran di ruang publik hingga pelosok-pelosok daerah rempah-rempah ini menjadi sorotan para pendukung dan pengamat politik baik berskala lokal sampai nasional. Sehingga dari segi itu saja kita sudah bisa menilai bahwa politik dan demokrasi bangsa ini masih berjalan seperti biasa.
Adapun beberapa kabupaten/kota prov Maluku Utara yang ikut dalam pertarungan momen nanti memiliki calon petahana sebagai figur yang memiliki elektabilitas saat ini dengan kekuasaan yang masih ada dan kewenangan yang masih di pegang. Mereka mampu menggerakkan semua sektor pemerintahan baik dalam wilayah kabupaten/kota sampai pada tingkat desa untuk bisa mendapat peluang dan bahkan keuntungan politik pada pertarungan nanti.
Namun beberapa bulan terakhir, seakan- akan wacana politik pilkada kian redup, disebabkan dengan persoalan covid-19 hingga melalui media sosial dan pojok-pojok tempat diskusi, yang menjadi buah bibir para cendekiawan hobi berdiskusi.
Pandemi Covid-19 selain berbahaya dalam kesehatan, juga memiliki bahaya secara sosial, sehingga dari sudut pandang prombel ini pemerintah pusat sampai daerah pun memiliki alternatif untuk menjaga kesenjangan sosial ekonomi masyarakat lewat kebijakan- kebijakan yang langsung bersentuhan dengan kondisi serta kebutuhan masyarakat seperti Bantuan Sosial (Bansos).
Sekitar tiga dari sembilan jenis bantuan bagi masyarakat yang khususnya di Halut, dari berbagi sumber organisasi negara melalui pemerintah telah menyarlurkan disetiap rumah warga yang berhak mendapatkan itu.
Aksi-aksi kemanusiaan seperti itu harus di apresiasi sebagai kepedulian pemerintah terhadap masyarakat yang sedang dalam krisis ekonomi rumah tangga akibat dari dampak wabah Covid-19 saat ini. Namun jika dilihat dari segi politik, sumbangan dari pemerintah kepada masyarakat pra sejahtera di tengah Pandemi Covid-19 ini adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah yang tidak harus di apresiasi (Filantropi Politik).
Tetapi kita tidak harus lupa, di balik bencana Pandemi saat ini, momen pilkada tetap berjalan, walaupun telah ada penundaan dari pemerintah pusat atas kebijakan yang diambil lewat Peraturan Pemerintah (PP)Pengganti Undang-undang (UU) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020, tentang “Perubahan Ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan PP Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU.
Di pasal 201A ayat (1) telah dijelaskan bahwa pemungutan suara serentak pada bulan September 2020 tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal karena ada bencana nasional Pandemi Covid-19.
Sehingga Pilkada secara serentak ditunda pada Desember 2020, sesuai dengan yang tertera pada ayat (3). Namun jika kondisi Pandemi pun belum berakhir, maka akan di tunda dan dijadwalkan kembali dilihat dengan masalah pandemi secara nasioanal.
Dari kacamata lain di tengah Pandemi, dalam soal bantuan, ada semacam pemanfaatan bagi para petahana dalam melakukan aksi kampanye tanpa simbol (Marketing Politik), sehingga patut bagi penyelenggara mencurigai gerik- gerik para petahana dalam penyaluran bantuan ke masyarakat yang terdampak Pandemi Covid-19. Sehingga bisa terlihat murni bahwa ini adalah bantuan sosial yang sudah menjadi hak setiap warga untuk menerimanya, bukan seolah-olah sumbangan tersebut adalah bantun dari para petahana (yang ada di beberapa kabupaten/kota) untuk tukar guling nanti pada pilkada serentak.
Sebab jika tidak di awasi, inipun bisa di anggap semacan aksi curi star kampanye bagi pasangan petahana (Baca: Marketing Politik) lewat program-program paten pemerintah dan bisa merugikan pihak lain (Calon Baru) dalam soal percaturan politik pada pilkada nanti.
“Jika tidak di awasi dan ini terjadi, sudah pasti tubuh demokrasi dan roh politik kita tidak akan stabil.”
Dari sini, bisa menjadi tugas kita bersama terutama bagi para penyelenggara (tingkat Kab/kota) di bagian pengawasan, agar tetap menjaga Nilai-nilai demokratis. Sehingga bisa menunjukan bahwa integritas penyelenggara tidak pudar dalam mengawal demokrasi yang sehat di tengah meluapnya wabah Covid-19 di bangsa ini..!
Pulau Obi yang berada di daerah pemerintahan (goverment) Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara dengan jumlah penduduk sebanyak 46.010 jiwa dari 5 kecamatan dan 34 desa. Secara geografis, luas Pulau Obi sebesar3.048,08 km2 (BPS. Kabupaten Halmahera Selatan : 2018).
Potensi sumber daya alam (natural resources) yang melimpah di pulau Obi diantaranya potensi sumber daya alam mineral, salah satunya adalah nikel (Ni). Pertambangan nikel (Ni) yang telah dikelolah secara resmi (legal) oleh sejumlah korporasi swasta besar diantaranya Harita Group yang membawahi beberapa perusahaan seperti PT. Trimega Bangun Persada dan lain-lain, Jinchuan Group seperti PT. Wanatiara Persada, dan lain, yang memproduksi nikel (Ni) dengan membangun pabrik industri semelter. Perusahaan tambang nikel (Ni) dengan industri semelting tersebut menghasilkan laba dari sumber daya alam nikel pulau Obi sebesar triliunan rupiah.
Dengan demikian, pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan mendapatkan retribusi pajak dan royalti (non pajak) yang sangat besar untuk menyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Halmahera Selatan. Berdasarkan data BPS Kabupaten Halmahera Selatan dalam angka tahun 2018, tercatat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Halmahera Selatan untuk sektor pertambangan dan industri pengolahan atas dasar harga berlaku, sebanyak 374,04 Milyar Rupiah dan 880,83 Milyar Rupiah sektor industri pengolahan.
Potensi sumber daya alam Pulau Obi yang dihasilkan tersebut, berbanding trebalik dengan pembangunan infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat pulau Obi.
Menurut data BPS Tahun 2019, jumlah penduduk miskin di Kabupaten Halmahera Selatan pada tahun 2018 meningkat menjadi 11,01 ribu jiwa, persentasenya meningkat menjadi 4,8 persen. Data penduduk miskin tersebut tak terkecuali Pulau Obi.
Menurut Uphoff, N. (1999) menguraikan persoalan terkait Kemiskinan, disparitas (kesenjangan) pembangunan daerah dapat dilihat dari; pertama pendapatan perkapita, kedua kualitas sumber daya masnusia, ketiga ketersediaan sarana dan prasarana seperti energy, transportasi dan komunikasi, dan sebagainya, serta keempat pelayanan social seperti kesehatan, pendidikan, Perumahan, Ketenagakerjaan, dan kelima akses ke perbankkan.
Minimnya infrastruktur pendukung terutama sarana-prasarana jalan dan listrik terutama Kecamatan Obi induk (Desa Laiwui, Desa Baru, Desa Akegula, Desa Buton, Desa Jikotamo, Desa Sambiki, Desa Anggai dan Desa Air Mangga) dan dari kesemua Desa, kondisi jalannya rusak berat.
Selain itu, kesediaan kapasitas listrik masih kurang memadai, setidaknya ada 8 (delapan) Desa di Kecamatan Obi membutuhkan daya listrik minimum 2500 KW. Namun faktanya penyediaan daya listrik PT.PLN Rayon Laiwui Obi hanya bisa mensuplai listrik kurang dari 1500 KW. Hal ini Sehingga terjadi pemadaman listrik, padahal pelayanan listrik cuman dimalam hari.
Besarnya tingkat kebutuhan masyarakat pulau Obi akan penyediaan dan layanan listrik terutama untuk aktivitas rumahan, perdagangan, jasa khusunya jasa perbankkan, pendidikan, dan perkantoran menuntut adanya penyediaan daya listrik yang Optimal.
Pemerintah pusat, melalui PT. PLN mencanangkan program 35.000 megawatt (MW) dari Sumatera hingga Papu, dengan tujuan untuk pemerataan pemenuhan listrik untuk seluruh warga negara Indonesia. Percepatan proyek listrik tersebut, pemerintah melalui Presiden RI mengeluarkan Perpres nomor 14 tahun 2017 Tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Namun, kebijakan tersebut belum tersentuh Masyarakat di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. Untuk itu, dipandang perlu perhatian pemerintah terutama PT. PLN selaku perusahaan BUMN untuk pengadaan Mesin Listrik Disel atau PLTD dengan kapasitas daya listrik diatas 2500 KW.
Sementara itu, ketimpangan pembangunan antara daerah (urban primacy) yang cukuptinggi, keterkaitan antara pusat ibukota pemerintahan di Labuha yang kurang sinergis dengan desa-desa di Pulau Obi menimbulkan persoalan sosial yang cukup tinggi.
Berdasarkan data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) tahun (2018), tercatat dari 34 desa di Pulau Obi, ada 28 desa tertinggal dan 14 desa diantaranya, merupakan desa prioritas pembangunan.
Selain infrastruktur, faktor penyebab ketertinggalan lainnya ditingkat desa juga dipengaruhi pendapat ekonomi masyarakat, dan tingkat pendidikan yang rendah hal ini diakibatkan kualitas sarana dan prasarana pendidikan yang tidak mendukung.
Olehnya itu, perlunya pengembangan perbaikan infrastruktur jalan dan listrik serta peningkkatan sarana pendidikan dan ekonomi masyarakat prasejahtera. Dengan demikian, dalam menilik Pulau Obi antara Sumber Daya Alam, Kesejahteraan dan infrastruktur, dipandang perlu untuk hadirnya Daerah Otonomi Baru (DOB) kepulauan Obi sebagaimana amanat Undang-undang nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, agar tata kelolah pemerintahan mampu mengembangkan potensi di wilayahnya sendiri. Sehingga kebutuhan infrastruktur dan kesejahteraan dapat terpenuhi secara paripurna sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki.
Oleh : Muhlis Usman Ketua Umum PC PMII Halsel Alumni Sekolah Tinggi Pertanian Labuha Prodi Kehutanan
Sebagai manusia pada hakikatnya kita adalah makhluk sosial yang sangat membutuhkan orang lain disekitarnya. Hal ini menunjukkan kita tidak akan terlepas dari saling ketergantungan antara satu dengan yang lain dalam kehidupan sosial. Sejatinya pradaban Indonesia dibangun atas dasar kesepemahaman bersama dengan penuh rasa solidaritas di tengah-tengah perbedaan untuk selalu menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan dalam persaudaraan.
Dikehidupan sosial dalam bernegara, kita diperkenalkan dengan slogan bangsa yang begitu kuat yaitu bersatu kita kuat bercerai kita runtuh sehingga membawa kita keluar dari cengkaraman penjajahan bangsa asing guna terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Inilah yang merwarnai dalam kehidupan sosial kita ditengah perbedaan atas kesepemahaman bersama serta solidaritas yang kuat sehingga kita dapat merasakan kemerdekaan bersama dalam bernegara tanpa membedakan Agama, Suku serta budaya kita.
Mungkin baru kali ini pada bulan Maret Tahun 2020 sampai saat ini terdengar sangat aneh pada kehidupan sosial, ketika munculnya wabah penyakit Pandemi COVID-19 yang bermula di kota Wuhan tepatnya di Negara China hingga tersebar diseluruh belahan Negara. Yang itu merupakan berita sangat menyedihkan telah menerangkan bahwa Pandemi COVID-19 ini adalah salah satu penyakit serius yang dapat membawa manusia berhujung pada kematian.
Menurut situs World Health Organization WHO, virus corona adalah keluarga besar virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Pada manusia corona diketahui menyebabkan infeksi pernafasan mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute Respiratory Syndrme (SARS). Virus corona paling terbaru yang ditemukan adalah virus corona COVID-19. Virus ini termasuk penyakit menular dan baru ditemukan di Wuhan, China pada Desember 2019 yang kemudian menjadi wabah.
World Health Organization (WHO) mengungkap cara penyebaran virus corona melalui tetesan kecil yang keluar dari hidung atau mulut ketika mereka yang terinfeksi virus bersin atau batuk. Melalui mata, hidung atau mulut. Virus corona juga bisa menyebar ketika tetesan kecil itu dihirup oleh orang sehat ketika berdekatan dengan yang terinfeksi corona. Karna Itu sebabnya penting untuk menjaga jarak ±1 meter lebih dari orang yang sakit. Ditengah Pandemi COVID-19 instrumen menjaga jarak kita sehat, sedang tidak menjaga jarak akan sakit yang akan merujuk pada kematian pada diri kita sendiri maupun saudara-saudara kita.
Menurut data Dibanding data Minggu (3/5) kemarin, terjadi peningkatan 395 kasus positif COVID-19 selama sehari. Angka kesembuhan meningkat 78 orang, dan angka kematian meningkat 19 orang. Total ada 238.178 orang dalam pemantauan (ODP) dan 24.020 pasien dalam pengawasan (PDP). Kasus virus Corona ini tersebar di 34 provinsi. Pandemi COVID-19 itu akan menimbulkan pukulan psikologi pada semua masyarakat seperti ketakutan, kepanikan dikehidupan diri kita sendiri, keluarga, maupun dalam kehidupan bermasyarakat dengan keadaan yang ada. Tahun 2020 ini tentu kita merasakan hal yang sangat berbeda dalam kehidupan bermasyarakat yang itu tidak sama seperti pada tahun sebelumnya, diakibatkan dengan merebaknya Pandemi Covid-19 yang telah memakan jutaan korban dibelahan dunia ini menjadi prihatin buat kita semua.
Pandemi COVID-19 tidak hanya menyerang tubuh kita, melainkan disemua segmend sendi-sendi kehidupan masyarakat seperti: Ekomomi, pendidikan, Agama, politik, budaya dll. Pada manusia Virus CORONA-19 diketahui menyebabkan infeksi pernafasan. Tentu Pandemi COVID-19 penyakit yang sangat berbahaya dan dapat menular pada tubuh manusia dengan cepat, ini tidak menganal siapa kamu dan dari mana asalmu, Kabar Pandemi COVID-19 memakan jutaan korban dibelahan dunia hal ini bisa dilihat dari semakin bertambahnya dampak postif yang menambah angka kematian dibelahan dunia melalui berita pada media sosial. Maka dengan bahayanya Pandemi COVID-19 ini, segala upaya dan usaha dalam penanganan Pandemi COVID-19 ini tentu menjadi prihatin kita bersama serta butuh kesolidaritasan masal, baik itu pada lembaga Pemerintah maupun non-pemerintah.
Peran Pemerintah memberikan tugas kepada tenaga medis untuk mengatasi saudara-saudara kita, mulai dari orang tanpa gejala maupun yang sudah terkena dampak positif Pandemi COVID-19. Pemerintah juga telah mengeluarkan berbagai macam edaran seperti Maklumat POLRI, PERPU dan juga kebijakan disetiap daerah sampai diberlakukannya aturan social Distancing, menutup jalur perhubungan laut dan daratan maupun edukasi slogan masal pada publik kalau kita tetap Stay at Home dan pada saat keluar rumah harus memakai Masker. Ditambah lagi edaran dari organisasi kemasyarakatan yang telah mengeluarkan berbagai macam edaran serta edukasi terhadap masyarakat tentang betapa bahayanya Pandemi COVID-19, yang mengancam jiwa dan itu menjadi kekwhatiran kita bersama demi untuk keselamatan hidup orang banyak secara bersama-sama.
Kesehatan dan keselamatan bersama tentunya menjadi harapan kita semua agar dapat keluar dari bahayanya Pandemi COVID-19, edaran pemerintah maupun non-pemerintah tentu berlaku pada seluruh lapisan seluruh masyrakat tanpa terkecuali. Pada lapisan masyarakat tentu kita tahu kehidupan dalam sosial terjadi ketimpangan sosial katakanlah bagi saudara-saudara kita yang berfikir hari esok mau makan apa yang ingin keluar mencari nafkah untuk keberlangsungan hidup keluarga, belum lagi saudara-saudara kita yang tidak bisa mudik pada kampung halaman, ini mejadikan kita tidak lagi harus berfikir diri senidiri dengan keadaan sekarang karena itu adalah pilihan agar kita tetap saling menjaga demi putusnya mata rantai Pandemi COVID-19 ini.
Nah tentunya kita sebagai makhluk sosial akan mengalami keresahan serta kewalahan membangun interaksi sosial ditengah-tengah pandemi COVID-19 untuk membangun Solidaritas yang kuat secara bersama-sama karna dengan berbagai macam keterbatasan dan aturan-aturan yang diberlakukan. Keterbatasan kebersamaan kita sebagai makhluk sosial ditangah-tengah Pandemi COVID-19 ini, memicu sulitnya kita dalam membangun solidaritas yang kuat seperti Kontak fisik untuk saling bergotong-royong dibatasi.
Maka dengan adanya masalah kita bersama ini yaitu Pandemi COVID-19 ini sangat membutuhkan skema baru yang baik tanpa ada yang saling menyalahkan antara satu dengan yang lain dikehidupan sosial. jangan kita jadikan pemicu perpecahan kesolidaritas kita sebagai makhluk sosial untuk tidak ikut serta terlibat dalam penaganan Pandemi COVID-19 yang itu melemahkan solidnya persaudaraan kita demi membangun kerjasama yang baik dalam menangani Pandemi COVID-19. Namun justru dengan adanya Pandemi COVID-19 ini kita dapat membuka mata dan hati kita serta senantiasa selalu berikhtiar dengan bahayanya Pandemi COVID-19 karena itu juga merupakan langkah optimis untuk keluar dari masalah kita bersama.
Solidnya kita harus terus-menerus hidup sebagai mahkluk sosial, edukasi menumbuh kembangkan kesadaran ditengah-tengah masyarakat harus terus direalisasikan yang itu tidak mengesampingkan kesadaran dalam pribadi diri kita masing-masing, dimana kita saling mengingatkan antara satu dengan yang lain betapa bahayanya Pandemi COVID-19 ini. Kontak fisik dan menjaga jarak, Pakai Masker maupun Stay at Home bukanlah hal yang membuat kita tidak solid secara bersama-sama untuk keluar dari bahayanya Pandemi COVID 19, melainkan ini hanya soal keterbatasan kita mejaga penyebaran serta anstisipsi betapa bahayanya Pandemi COVID-19 yang dapat mengancam jiwa kita, keluarga dan saudara-saudara kita.
Pada konteks inilah ditengah-tengah masalah Pandemi COVID-19 bukankah kita sebagai manusia harus saling peduli, karna sebaik-baiknya manusia ialah yang bermanfaat bagi manusia lainnya” yang punya kelebihan dapat berbagi dan tidak agar dapat membantu sesama saudara kita serta tetap membangun interaksi sosial pada semua lapisan masyarakat. Marilah kita bekerja sama dengan saudara-saudara yang dibatasi pekerjaannya demi mencari sesuap makanan untuk keluarga dan menumbuh kembangkan rasa solidaritas kita dalam kehidupan sosial. Sudah merupakan tanggung jawab kita sebagai manusia untuk saling memberi semangat kepada saudara-saudara yang terkena dampak Pandemi COVID-19 agar tetap tegar dalam menghadapinya.
Oleh : Zulkifli Nurdin, SE Wapemred Media cerminnusantara.co.id Penulis Adalah Pemerhati Sosial.
Halaman…….2
——–“Sumber Daya Manusia (SDM) Pulau Obi selalu di perkucilkan” ——(Sambungan Hal 1)
Kenapa demikian karena adanya Otonom Baru yang nota Bene telah di lakukan pelimpahan seluruh kewenangan tentang kebijakan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur daerah masing-masing, yang secara otomatis telah bergantinya sebuah sistem pemerintahan serta kebijakan pimpinan daerah di masing-masing wilayah.
Maka kebijakan yang di ambil oleh pemerintah daerah inilah yang kadang-kadang kurang keterpihakan kepada rakyat dalam merancang sebuah Peraturan Daerah (PERDA), hingga 70% biasanya tidak pernah dinikmati rakyat, sebab banyak bobot kepenting di daerah, yang sangat tinggi antara Eksekutif dan Legeslatif, hal semacam ini banyak terjadi di daerah.
Olehnya itu dari gambaran singkat otonom dan kebijakan pimpinan di sebuah daerah tentu dan pastinya kita juga tahu, pertanyaan lalu kemudian timbul kok kenapa kita pulau Obi selalu di anak tirikan…? semenjak berdirinya kabupaten hingga sekarang ini sudah 15 tahun lebih tetapi toh Pulau Obi hanya biasa-biasa saja, padahal pulau Obi adalah penyumbang PAD terbesar di Halmahera Selatan.
Tetapi Obi selalu di anak tirikan…? Itu pertanyaan yang selalu timbul di benak masyarakat pulau obi, mulai dari pemekaran, pembangunan, dan SDM yang selalu saja di persoalkan dulu hingga sekarang, akankah masi ada ruang bagi pulau Obi untuk berkembang pesat, marilah kita berdiam diri sejenak tuk berpikir, sebab apa hingga terjadi seperti ini, dimana yang salah, mengapa bisa terjadi demikian.?
Tiga indikator yang perlu kita pakai dalam menganalisa sebuah permasalahan dan dapat memberikan solusi di daerah ini, indikator apa yang harus kita pakai tentunya ABG dong apa itu ABG bukan bahasa keren jalanan A = Anak, B = Baru, G = Gede. Mari simak baik-baik indikator ABG yang bisa menganalisa serta dapat memberikan solusi bagi daerah ini.