JAKARTA, CN – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut), Ahmad Patoni, SH, MH, dan Kasi Pidsus, Ardan SH, terancam dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Rilis resmi yang diterima media ini, keduanya dinilai bertanggung jawab atas dugaan penghentian penyidikan (SP3) kasus kredit macet Bank BPRS Saruma Sejahtera yang merugikan negara hingga Rp 15 miliar.
“Jika benar kasus Bank Saruma di-SP3, kami akan segera melaporkan Kajari dan Kasi Pidsus ke Kejagung,” tegas Ketua Umum (Ketum) PB-FORMMALUT Jabodetabek, Reza A. Syadik, Selasa (17/7/2025).
Menurut Reza, kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan sehingga meski ada pengembalian kerugian, proses pidana tidak bisa dihentikan begitu saja.
“Kejari wajib melanjutkan ke penuntutan. Pengembalian kerugian justru harus disita dan dijadikan barang bukti di persidangan,” ujarnya.
Reza menilai, skandal ini menyeret sejumlah nama besar di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Halsel. Karena itu, ia menolak alasan apa pun yang dijadikan dasar untuk menghentikan kasus.
“Kajari dan Kasi Pidsus jangan bermain-main. Profesionalisme harus ditegakkan. Jangan karena ada nama besar lalu kasus dihentikan,” tandasnya.
Sementara itu, beberapa pihak yang diduga terlibat memilih bungkam. Komisaris Bank BPRS Saruma Sejahtera, DR. Sofyan Abbas, hanya menjawab singkat, “No comment.” Mantan Sekda Halsel, Saiful Turuy, dan mantan Kepala BPKAD sekaligus Kepala BPBD Halsel, Aswin Adam, juga enggan berkomentar. Begitu pula dengan debitur Leny Lutfi yang tak merespons konfirmasi wartawan.
Kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) ini pertama kali diungkap almarhum Bupati Halsel, Usman Sidik, pada 2020. Kerugian negara ditaksir Rp 15 miliar.
Penyelidikan sempat menemukan keterlibatan sejumlah pejabat, termasuk Saiful Turuy (mantan Sekda) dan Aswin Adam (mantan Kepala BPKAD), yang disebut sebagai pengendali saham BPRS Saruma Sejahtera. Selain itu, Direktur Utama BPRS, Ichwan Rahmat, serta Debitur Leny Lutfi juga ikut terseret dalam kredit macet tersebut.
Anehnya, meski sekitar Rp 10 miliar sudah dikembalikan oleh seorang kontraktor berinisial FA, masih ada Rp 5 miliar yang belum dikembalikan. Namun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) justru mengeluarkan surat pemulihan kerugian negara sebesar Rp 15 miliar.
Padahal, sejak September 2023, Kejari Halsel sudah menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan setelah menemukan dua alat bukti yang cukup. Hingga kini, publik masih menunggu pengumuman tersangka.
(Hardin CN)
Komentar