TIDORE, CN – Gubernur Provinsi Maluku Utara (Malut), Sherly Tjoanda Laos, telah menyatakan dukungan penuh terhadap pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kota Sofifi. Seruannya menggema ke seluruh Maluku Utara. Namun di tengah euforia itu, ada suara berbeda muncul. Suara yang tidak ikut arus, tapi berdiri tegak di atas landasan hukum dan logika rakyat.
Ia adalah Ridwan Moh Yamin, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tidore Kepulauan, yang lewat akun Facebook resminya, menyampaikan secara terbuka sikap penolakan terhadap DOB Sofifi. Bukan karena menolak kemajuan, tapi karena ingin agar pembangunan tidak menabrak konstitusi.
Berikut kutipan utuh dari Ridwan seperti yang disampaikan dalam videonya:
“Perlu kami sampaikan maraknya wacana tentang pembentukan Daerah Otonomi Baru Kota Sofifi atau DOB Kota Sofifi. Dimana, akhir-akhir ini sangat marak dan sangat yang kemudian diperbincangkan. Tentu saya sebagai Wakil Ketua DPRD, sebagai Wakil Rakyat, Kota Tidore Kepulauan, yang merupakan bagian daripada pemerintahan daerah, tentu kami akan menyikapi hal ini, menerima pendapat dan masukan baik daripada semua pihak. Baik pihak yang menginginkan pembentukan DOB maupun pihak yang kontra pembentukan DOB,” tegas Ridwan, Kamis (17/7/2025).
“Sebagai pemerintah, tentu langkah awal yang kita lihat yaitu melalui pendekatan secara normatif. Dimana, Sofifi sebagai Ibu Kota Provinsi, sebagaimana Amanat Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa Ibu Kota Provinsi Maluku Utara berkedudukan di Sofifi,” tambahnya.
Ridwan kemudian menjelaskan secara rinci bagaimana Sofifi secara hukum tetap berada di bawah Kota Tidore Kepulauan, dan tidak ada satu pun perintah dalam UU yang mewajibkan pemekaran menjadi kota baru.
“Jadi sudah sangat jelas sekali bahwa kemudian wacana di luar yang berkembang bahwa Sofifi sebagai sebuah Kota Otonom Baru merupakan berita atau Amanat Undang-Undang, itu adalah hal yang keliru kemudian diluruskan,” jelasnya.
Pernyataan Ridwan bukan sekadar opini. Itu adalah analisis konstitusional yang disampaikan secara terbuka. Ia tidak menolak aspirasi, tapi mengingatkan bahwa aspirasi tanpa dasar hukum bisa jadi bumerang.
“Jangan lagi kita menganggap bahwa Sofifi sebagai Daerah Otonomi itu adalah sebuah Amanat Undang-Undang yang harus dijalankan. Kalau melakukan itu, merupakan sebuah pembangkangan atau pelanggaran terhadap konstitusi atau Undang-Undang yang ada,” ujar Ridwan.
Kini, masyarakat Maluku Utara harus menimbang dengan hati dan logika:
Mendukung ambisi Gubernur yang belum tentu sah, atau berdiri bersama Ridwan yang menjaga Marwah hukum dan persatuan wilayah?. (Hardin CN)
Komentar