PWI Malut Kutuk Oknum Wartawan Diduga Peras Guru SDN di Halsel

TERNATE, CN – Dunia pers di Provinsi Maluku Utara (Malut), kembali tercoreng akibat ulah seorang oknum wartawan bernama Haris, yang diduga kuat melakukan pemerasan terhadap seorang guru SDN di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel). Tindakan ini memicu kecaman keras dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malut.

Ketua PWI Malut, Asri Fabanyo, menegaskan bahwa dugaan pemerasan tersebut bukan saja merendahkan martabat profesi jurnalis, tetapi juga mencabik kehormatan pers di mata publik.

“Saya mengutuk keras aksi itu. Jika benar, tindakan ini jelas merusak citra dan marwah profesi jurnalis secara keseluruhan,” tegas Asri, Sabtu (27/9/2025).

Menurut Asri, wartawan seharusnya menjadi pengemban informasi dan pendidik publik. Profesi ini diikat oleh Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang menjunjung tinggi profesionalisme dan integritas.

“Oknum yang menjual profesinya untuk kepentingan pribadi dengan cara memeras, sama saja menginjak-injak etika dan meruntuhkan standar moral jurnalisme. Itu bukan lagi kerja pers, melainkan kriminal,” tegasnya lagi.

Lebih jauh, tindakan tersebut bukan hanya pelanggaran etik, tetapi juga melanggar Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Negara memang menjamin kemerdekaan pers, namun kebebasan itu tidak bisa dipakai untuk menindas atau memeras pihak lain. Dalam konteks hukum pidana, perbuatan ini bisa dijerat sebagai tindak kriminal sesuai KUHP.

Asri menegaskan, aparat penegak hukum tidak boleh membiarkan kasus ini berlalu begitu saja. Pemerasan berkedok jurnalistik adalah kejahatan ganda, merusak nama baik orang lain sekaligus mempermalukan profesi wartawan.

“Kami sangat menyesalkan tindakan tidak bertanggung jawab ini. Proses hukum harus ditegakkan agar ada efek jera. Kalau tidak ditindak tegas, dunia pers akan semakin rusak oleh ulah oknum yang memalukan ini,” tegas Asri yang juga Pemimpin Redaksi HalmaheraRaya.id.

Karena itu, PWI Malut kini mendorong kepolisian segera mengusut tuntas dugaan pemerasan tersebut. Hanya dengan langkah hukum yang tegas, kepercayaan publik terhadap pers bisa dipulihkan, dan oknum yang mengkhianati profesinya dapat mendapat hukuman setimpal. (Hardin CN)

Kejati Malut Didesak Usut Tuntas Dugaan Korupsi Unsan Halsel dan Hibah Ganda

TERNATE, CN – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Investigasi dan Informasi Kemasyarakatan (LIDIK) Maluku Utara mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Malut, khususnya tim penyidik pidana khusus (Pidsus), untuk tidak “masuk angin” dalam mengusut dugaan korupsi di Universitas Nurul Hasan (Unsan) Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel).

Ketua DPW LIDIK Malut, Samsul Hamja, menyoroti adanya indikasi konflik kepentingan dalam kasus tersebut. Ia menyinggung keterkaitan personal antara Aspidsus Kejati Malut yang baru, Fajar, dengan Rektor Unsan, Yudi Eka Prasetya.

“Aspidsus merupakan mantan Kajari Halsel dan kuat dugaan memiliki kedekatan dengan Rektor Unsan yang kini menjabat Kabag Kesra Halsel. Karena itu kasus ini harus diawasi ketat,” tegas Samsul, Selasa (17/9/2025).

LIDIK juga mendesak penyidik agar memeriksa Kepala BPKAD Malut, Ahmad Purbaya. Sebab, dugaan korupsi ini berangkat dari temuan BPK dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Keuangan Pemprov Malut Tahun 2023.

Dalam laporan BPK bernomor 22.A/LHP/XIX.TER/05/2023, ditemukan salah klasifikasi anggaran senilai Rp 4,3 miliar. Dari jumlah itu, Rp 1,2 miliar digunakan untuk pembangunan fisik, dan Rp 3,1 miliar untuk ganti rugi lahan STP Bacan (Unsan Halsel). Anggaran tersebut dicatat sebagai belanja modal, padahal tidak menghasilkan aset tetap daerah.

“Pemprov Malut memang sudah mengakui kekeliruan dan berjanji menindaklanjuti rekomendasi BPK. Tapi sampai hari ini belum ada langkah konkret,” tandas Samsul.

Tak hanya itu, LIDIK juga mengungkap dugaan pembiayaan ganda. Selain hibah dari Pemprov, Unsan Halsel diketahui menerima Rp 4,1 miliar dari Pemkab Halsel pada 2024 untuk pembangunan gedung rektorat, rehabilitasi masjid kampus, dan pengawasan proyek.

LIDIK menilai ada konflik kepentingan karena pimpinan yayasan diduga memiliki hubungan keluarga dekat dengan Bupati Halsel, Hasan Ali Bassam Kasuba.

“Kasus ini menjadi ujian integritas Kejati Malut. Penegakan hukum harus tegas, transparan, dan memastikan uang rakyat digunakan sebagaimana mestinya,” pungkas Samsul. (Hardin CN)

Formapas Desak Kejati Periksa Eks Wagub Malut dan Istri dalam Kasus Korupsi Mami

TERNATE, CN – Kasus dugaan korupsi anggaran Makan Minum (Mami) Wakil Kepala Daerah (WKDH) Provinsi Maluku Utara (Malut), mendapat sorotan tajam dari Pengurus Pusat Forum Mahasiswa Pascasarjana Maluku Utara (PP Formapas Malut). Mereka menilai Pengadilan Negeri (PN) Ternate lambat menangani perkara ini.

Sidang terbaru kasus tersebut digelar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Ternate, Selasa (26/8/2025). Sebelumnya, sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Malut menghadirkan terdakwa Syahrastani, mantan bendahara pembantu di Sekretariat Malut pada masa Wakil Gubernur M. Al Yasin Ali.

Dalam persidangan, Syahrastani mengaku kelalaiannya sebagai bendahara tidak terlepas dari perintah Wakil Gubernur M. Al Yasin Ali dan istrinya, Muttiara T. Yasin. Ia menyebut, pemotongan dana diserahkan langsung kepada Muttiara untuk kepentingan pribadi.

Syahrastani juga mengungkap bahwa laporan pertanggungjawaban dan nota perjalanan dinas kerap diberikan Muttiara untuk dibuatkan. Namun, banyak nota dan kwitansi diduga manipulatif. Fakta ini diperkuat dengan keterangan pihak Hotel Boulevard yang membantah keaslian tanda tangan dan cap dalam kwitansi.

Ketua Umum (Ketum) PP Formapas Malut, Riswan Sanun, meminta Kejati Malut menjadikan pengakuan Syahrastani sebagai acuan untuk menetapkan tersangka baru. Ia menegaskan agar Kejati segera memanggil mantan Wagub M. Al Yasin Ali dan istrinya Muttiara T. Yasin untuk diperiksa.

“Jangan tebang pilih. Secepatnya periksa dan tetapkan M. Al Yasin Ali bersama istrinya sebagai terdakwa,” tegas Riswan, Sabtu (6/9).

Riswan menambahkan, Formapas berkomitmen mendukung pemberantasan korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa dan menghambat pembangunan bangsa. Hal itu juga selaras dengan semangat Asta Cita poin ke-7, yakni memperkuat reformasi politik, hukum, birokrasi, serta pemberantasan korupsi dan narkoba. (Hardin CN)

Unutara Keluarkan Sikap soal Korban Jiwa dalam Penanganan Massa Aksi

TERNATE, CN – Sivitas Akademika Universitas Nahdlatul Ulama (Unutara) menyampaikan duka cita mendalam atas jatuhnya korban jiwa dari masyarakat sipil akibat tindakan represif aparat dalam penanganan aksi massa. Pihak Unutara menilai tindakan tersebut mencederai nilai kemanusiaan, keadilan, dan demokrasi.

Dalam pernyataannya, Unutara mendesak pemerintah serta aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti peristiwa tersebut dengan proses yang transparan, adil, dan akuntabel. Unutara juga menolak segala bentuk kesewenang-wenangan serta penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan rakyat.

“Unutara berkomitmen untuk berdiri bersama masyarakat dalam memperjuangkan keadilan sosial, pemerataan ekonomi, dan demokrasi yang bermartabat,” demikian kutipan pernyataan resmi Unutara.

Selain itu, pihak kampus juga mengimbau seluruh mahasiswa Unutara Maluku Utara agar senantiasa menjaga nama baik almamater, masyarakat, dan bangsa dalam menyampaikan aspirasi di ruang publik. Imbauan itu disampaikan dengan empat poin utama:

Pernyataan sikap Universitas Nahdlatul Ulama (Unutara) terkait tindakan represif aparat terhadap massa aksi.
Pernyataan sikap Universitas Nahdlatul Ulama (Unutara) terkait tindakan represif aparat terhadap massa aksi.

1. Menyampaikan aspirasi secara tertib, santun, dan bermartabat tanpa merugikan orang lain.

2. Tidak ikut melakukan perusakan terhadap fasilitas pemerintah maupun sarana publik.

3. Mengutamakan dialog, musyawarah, dan cara-cara damai dalam menyuarakan pendapat.

4. Menjunjung tinggi nilai keilmuan, etika, dan moralitas sebagai ciri mahasiswa yang bijaksana.

Pernyataan sikap ini ditegaskan oleh Rektor Unutara, M. Nasir Tamalene, pada Sabtu (30/8/2025). (Hardin CN)

Anak Ternate Menangis Tak Bisa Sekolah, Apakah Sistem Pendidikan Gagal Penuhi Hak Dasar Warga?

TERNATE, CN – Tangis seorang anak laki-laki lulusan SMP Negeri 4 Kota Ternate mencerminkan betapa mirisnya potret sistem pendidikan di Indonesia, khususnya di wilayah Provinsi Maluku Utara (Malut). Hingga tahun ajaran baru dimulai, ia belum juga bisa mengenyam pendidikan di tingkat SMA.

Anak tersebut tinggal di Kelurahan Kalumata bersama sang nenek yang hanya bekerja serabutan. Setelah gagal diterima di SMA Negeri 2 dan SMA Negeri 10 melalui sistem seleksi online, ia mencoba ke SMA Negeri 3 Gambesi. Namun upaya itu pun kandas karena sekolah tersebut telah penuh.

Pihak keluarga sempat mempertimbangkan sekolah swasta, tetapi terpaksa mengurungkan niat lantaran biaya yang tidak sanggup mereka tanggung.

Alternatif terakhir yang ditawarkan adalah bersekolah di wilayah Guruapin, Kecamatan Kayoa, Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), lokasi yang jauh dan tidak realistis bagi anak yang telah bertahun-tahun tinggal dan sekolah di Ternate sejak SD.

“Segala upaya komunikasi ke pihak sekolah dan pemerintah tidak membuahkan hasil. Jawaban mereka selalu, ‘sistem tidak bisa berbuat apa-apa’,” tulis akun Facebook Story Ternate dalam unggahan yang viral di media sosial, Selasa (15/7/2025).

Kisah pilu ini memantik reaksi publik yang mempertanyakan tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) dan pusat terhadap hak dasar pendidikan. Pasal 31 UUD 1945 secara jelas menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

Kasus ini menggambarkan urgensi evaluasi menyeluruh terhadap sistem zonasi, daya tampung sekolah, serta minimnya dukungan bagi keluarga tidak mampu.

Anak ini bukan satu-satunya. Ada banyak lainnya yang senasib seperti salah satu berita yang sebelumnya termuat di media online malutline.com belum lama ini. Jangan biarkan mereka putus sekolah hanya karena sistem yang kaku dan tidak berpihak pada rakyat kecil.

Saat ini, keluarga dan masyarakat berharap ada intervensi langsung dari Dinas Pendidikan Provinsi Maluku Utara maupun pemerintah pusat untuk menyelamatkan masa depan anak-anak yang terpinggirkan oleh sistem. (Hardin CN)

Dalam Waktu Dekat, Polda Malut Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Pinjaman Pemda Halsel ke PT SMI

TERNATE, CN – Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Provinsi Maluku Utara (Malut), segera menetapkan tersangka kasus dugaan pinjaman Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Pasalnya, Dana pinjaman sebesar Rp 150 miliar itu, diduga kuat bermasalah dalam penggunaannya, khususnya pada proyek pembangunan Pasar Tuakona Panamboang dan 3 ruas jalan di Kota Labuha.

Melalui rilis yang diterima media ini, bahwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana pinjaman Pemda Halsel tersebut, Direktur Reskrimsus Polda Kombes Pol Asri Effendy mengungkapkan, hasil audit kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah keluar.

“Dari hasil audit BPKP, nilai kerugian negara sebesar Rp 4.190.139.842. Kami sudah gelar perkara dan dalam waktu dekat akan menetapkan tersangka. Setelah penetapan, berkas perkara segera kami limpahkan ke Jaksa,” ujar Asri, Jumat (6/6/2025).

Diketahui, proyek pembangunan Pasar Tuakona yang bersumber dari dana pinjaman tersebut memiliki nilai kontrak sebesar Rp 58.899.800.000. Dalam pelaksanaannya, ditemukan adanya kekurangan volume pekerjaan berdasarkan hasil perhitungan ahli, yang mengakibatkan kerugian negara tersebut.

Selain Pasar Tuakona, dana pinjaman juga digunakan untuk pembangunan 3 ruas jalan di wilayah Labuha, dengan total anggaran masing-masing sekitar Rp 60 miliar dan Rp 90 miliar.

Saat ini, status perkara masih dalam tahap penyidikan. (Hardin CN)