Oleh :
Asyudin La Masiha, Presiden Mahasiswa Universitas Khairun Ternate
Semakin mengganas, kasus yang terinfeksi COVID-19 kian melambung tak terkendali. Pasalnya, jelas terasa dampak pada aktivitas masyarakat terutama dalam memenuhi kebutuhan hidup. Berbagai upaya telah dilakukan, namun amukan COVID-19 semakin menjadi sehingga dibeberapa wilayah yang awalnya berada pada zona orange dan kuning kini berubah menjadi zona merah, kita di Maluku Utara mengalami itu khususnya di Ternate dengan angka orang yang terpapar COVID-19 cukup tinggi.
Masyarakat cemas, seakan depresi ditambah lagi akses berita tentang Covid-19 yang begitu cepat dan luas. Olehnya itu harus ada pengontrolan dan pengawas ketat terkait dengan pemberitaan COVID-19 agar individu dan masyarakat tentunya tidak berada pada ketakutan akibat teror dan horor dari pemberitaan COVID-19. Kita tahu ada trauma di tengah masyarakat dengan meningkatnya kasus COVID-19 ini. Kiranya kita harus bersama dalam menekan rasa cemas serta kepanikan masyarakat dengan tidak mengshare berita/issu COVID-19 demi ketahanan imunitas masyarakat.
Berbagai langkah antisipasi untuk menekan bahkan memutus mata rantai persebaran COVID-19 telah diambil sampai pada kebijakan yang paling strategis. Belakangan ini, kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat dan daerah dengan memperhatikan status zona wilayah ialah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) baik Darurat maupun Mikro dengan besar harapan, mampu menekan persebaran COVID-19. Untuk PPKM darurat sendiri diberlakukan di Bali dan Jawa dan lainnya hanya PPKM Mikro khususnya kita di Maluku Utara.
Namun, dengan banyaknya kasus yang terpapar virus ini, pemerintah Provinsi yakni Gubernur Maluku Utara selaku ketua Tim penanganan COVID-19 di provinsi rencananya akan berkoordinasi dengan seluruh kepala daerah untuk memberlakukan PPKM Darurat di Maluku Utara. Inisiatif tersebut diambil berdasarkan informasi yang diperoleh lewat pihak rumah sakit di kabupaten/kota tentang pasien COVID-19 yang sudah penuh di rumah sakit sebagaimana dimuat dalam media cetak, Malut Post bertanggal 17 Juli 2021.
Tentunya itu adalah niat baik untuk menekan tingginya angka kasus Covid-19 di Maluku Utara. Namun bagaimana dengan dampak dari penerapan PPKM darurat nanti bagi masyarakat adalah masalah serius yang perlu dipertimbangkan. Mengapa tidak, kebijakan tersebut akan berefek pada ekonomi terutama masyarakat menengah kebawah. Sebagian hidup orang tua, saudara/i kita yang menggantungkan hidup mereka dengan berjualan di pasar dan bahkan di jalan akan kesulitan. Sangat berpengaruh pada ekonomi masyarakat ketika PPKM ini diberlakukan, olehnya itu kebijakan-kebijakan pendukung selama PPKM hendak diberlakukan di Maluku Utara harus disertakan semisal, pemberian bantuan kepada masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Belum lagi pengaruhnya pada bidang pendidikan.
Dengan proses belajar mengajar berbasis jaringan, tentunya bagi masyarakat ekonomi menengah kebawah akan kesulitan. Olehnya itu bantuan untuk menunjang proses belajar mengajar perlu kiranya.
Besar harapan kiranya, pengontrolan darurat Covid-19 di Maluku Utara harus memperhatikan aspek-aspek lain terutama ekonomi masyarakat. Penerapan PPKM darurat tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonomi karena berdampak pada pendapatan per-kapita masyarakat, seakan membunuh aktivitas masyarakat maka menolak PPKM di terapkan di Maluku Utara adalah satu keharusan. Kalaupun kita berkomitmen untuk menekan tingginya angka kasus COVID-19 di Maluku Utara dari segala sektor, maka PPKM darurat harus pula diberlakukan di wilayah pertambangan tanpa terkecuali. Karena menjadi satu hal yang mengganjil apabila PPKM darurat hanya berlaku bagi masyarakat, tidak kepada pertambangan. Sementara kita tahu bersama, interaksi juga terjadi di sana.
Kemudian dengan beredarnya dibeberapa media tentang pengajuan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang ingin mengganti status kewarganegaraan dan ingin tinggal di Maluku Utara, perlu untuk di sikapi serius. Berdasarkan data dari Kantor Imigrasi Kelas I TPI Ternate diketahui ada kurang lebih 2.811 warga negara asing (WNA) dengan total keseluruhan terdiri dari 2.707 pria dan 104 wanita. Didominasi dari Cina yang berjumlah 2.729 orang, WNA tersebut berasal dari berbagai negara yang mengusulkan untuk tinggal di Maluku Utara (Malut) yang Jumlahnya itu sudah tercatat mulai Januari hingga Juli 2021. Pasalnya, sekarang kita masih berada di tengah situasi Covid-19, olehnya itu peralihan kewarganegaraan maupun masuknya Tenaga Kerja Asing selama Pandemik-pun harus di tolak.
Kasus serupa seakan membuktikan bahwa kita tak kuasa untuk mengatakan tidak pada investor, terutama Cina. Kira kita harus bersikap seperti Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan masyarakat yang sejak tahun kemarin dengan penuh semangat menolak TKA China masuk ke daerah mereka di masa pandemi Covid-19.