Cermin Nusantara

RSUD Labuha Wajibkan Swab Antigen bagi Keluarga Pendamping Pasien

Halsel, CN – RSUD Labuha Kabupaten Halmahera Selatan memberlakukan penerapan  protokol kesehatan terhadap keluarga pasien yang mendampingi (menemani) pasien yang dirawat di rumah sakit. Keluarga yang mendampingi pasien di rumah sakit pun harus yang sudah melakukan swab Antigen negatif (-).

Hal itu disampaikan Kepala Bidang Perawatan RSUD Labuha, La Ode Emi, saat diwawancarai Media ini, Sabtu (10/07/2021).Dijelaskan La Ode Emi, bahwa pihak RSUD telah membuat pemberitahuan terkait ketentuan keluarga pasien yang dapat mendampingi pasien yang dirawat di RSUD Labuha tersebut

“Kepada seluruh masyarakat Halmahera Selatan, dengan adanya peningkatan kasus covid-19 di RSUD Labuha, maka dengan ini kami memberitahukan bahwa hanya satu keluarga pasien yang bisa mendampingi keluarga yang sakit di RSUD Labuha, dan keluarga yang mendampingi sudah melakukan swab antigen (-), juga selama di RSUD Labuha keluarga pasien wajib mematuhi prokes. Demikian isi pemberitahuan tersebut,” ucap La Ode Emi.

Dikatakan, pihak  RSUD Labuha harus memperketat protokol kesehatan agar masyarakat sadar ketika berkunjung ke RS. “Langkah ini juga sebagai upaya mengurangi resiko penularan virus ke banyak orang,” ujarnya.

Sementara, berdasarkan data perkembangan kasus Covid-19 di Halsel yang dihimpun Cerminnusantaraco.id Per  10 Juli 2021 yakni ;

  1. Ditracking : 1,619 org (+119 orang)
  2. Ditesting : 7.021 org (+ 175 orang)
  3. Negatif :4.648 org (+ 145 orang)
  4. Positif : 1.312 org (+30 orang)
  5. Dirawat : 407 org (+ 28 orang)
  6. Sembuh : 881 org (+2 orang)
  7. Meninggal 24 org (+0 orang). (Red/01)

Nelayan Minta Bupati Halsel Usman Sidik, Segera Tangkap Kapal Nelayan Menggunakan Pukat Harimau

HALSEL, CN – Nelayan Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut). Minta Bupati Halsel Usman Sidik, segera usut dan tangkap Kapal Nelayan yang menggunakan jaring Pukat Harimau di zona maritim laut Halsel karena sudah meresahkan Nelayan.(3/7/2021)

Jaring pukat harimau (trawl) ternyata masih beroperasi di sejumlah perairan di Indonesia. Terkhususnya di perairan Halsel, nelayan tradisional kerap kali menyaksikan maraknya pukat tarik ganda (double pair trawl) beroperasi di siang hari. Hal ini padahal Menteri Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan Permen KP No 2/PERMEN-KP/2015.

Kapal Tangkap Ikan yang menggunakan jaring pukat harimau (trawl) pukat tarik ganda (double pair trawl) itu di duga kuat berasal dari Nelayan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara dan Nelayan Kota Ambon Provinsi Maluku. Diketahui telah membabi-buta di area Rumpon peairan laut Halsel yang juga turut di saksikan oleh para nelayan tradisional lokal pada siang hari telah menangkap ikan.

Menangkap ikan di area rumpon menggunakan pukat harimau, tentunya dapat merusak benih ikan, sekaligus ikan-ikan kecil makanan ikan Cakalang dan Tuna, namun tetapi ini disikat habis oleh Kapal Nelayan luar Malut dengan jaring pukat harimaunya. Sehingga membuat Ikan Cakalang dan Ikan Tuna menjadi liar serta menghilang di area Rumpon dan bahkan bisa meluas sampai seluruh perairan laut Halsel .

Kepada media ini salah satu nelayan yang enggan dipublikasi namanya menyampaikan bahwa, Rumpon yang berada di laut dalam itu, seharusnya diperuntukan untuk Nelayan Ikan Cakalang dan Nelayan Ikan Tuna dengan alat tangkap tradisional, namun telah beralih fungsi menjadi Rumpon tangkap menggunakan Alat modern jaring pukat harimau.

“kalau ada benih dan ikan kecil di area rumpon kan Ikan Cakalang dan Tuna pasti datang cari makan di sekitar area rumpon serta bermain, tapi akhir-akhir ini kapal dari luar datang bajaring pake jaring harimau jadi ikan yang torang (kami) mo mangael (mancing) lari samua” pungkasnya

Dia juga bilang sekarang semua nelayan-nelayan di Halsel sini yang menggunakan alat tangkap ikan secara tradisional mengalami kesulitan saat melakukan penangkapan ikan di rumpon, sebab sudah tidak ada lagi Ikan Cakalang dan Ikan Tuna yang bermain di area rompun, sehingga membuat pendapatan kami para Nelayan di Halsel ini menurun drastis.

Sambung dia jadi untuk itu semua kapal-kapal Nelayan yang berada diwilayah Maluku utara, seperti dari Ternate, Tidore sering juga beroperasi di sini (Halsel), termasuk Kapal Nelayan di Halsel juga. Jadi kami perkirakan ada sekitar kurang lebih 100 armada kapal baik bantuan pemerintah maupun swasta, dengan memiliki Anak Buah Kapal (ABK) kurang lebih sebanyak 20 orang yang selalu beroperasi di wilayah perairan laut Halsel.

Jika kita lihat kondisinya yang seperti ini, maka pendapatan hasil ikan kami akan menurun, dan dibalik itu juga sangat tidak mungkin jika ABK kami ini tetap menyambung hidup untuk mecukupi kebutuhan mereka dengan kondisi yang ada sekarang ini, maka sudah pasti mereka akan cari mata pencaharian lain sebagai gantinya. Dan mereka akan berhenti menjadi Nelayan kami, jadi siapa yang rugi?. Kalaupun kita lihat kondisi seperti ini berlarut-larut dan tidak di cegah oleh pihak terkait mau bagiamana nasib kami nantinya?.

“nasib kami ini bagimana kalau ABK turun semua dari Kapal, gara-gara tidak mau melaut, karena hasil pancing kami menurun, akibat kapal nelayan dari luar daerah datang di rumpon pake jaring harima, akhirnya ikan lari semua” ucap dia dengan nada kesal

Lanjut dia, Kami juga menduga masuknya Kapal ini karena adanya kongkalikong antara oknum aparat, pemilik rompun dan pemilik Kapal, sehingga Kapal itu dengan bebas masuk diwilayah Halmahera Selatan tanpa pengawasan dari pihak-pihak terkait. Kami berharap kepada Bupati  Halsel agar dapat mengusut tuntas dan tangkap Kapal dari luar daerah Malut yang masuk ke perairan laut Halsel menangkap ikan dengan menggunakan jaring harimau.

“Soalnya kami heran kenapa Kapal Nelayan dari daerah luar bisa masuk ke daerah rumpon yang ada di Halsel, pakai jaring harimau dan dari pihak terkait tidak bisa mencegahnya ini ada apa aneh kan?” Tutur dia

Dalam Permen KP No 2/PERMEN-KP/2015 berisi tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Peraturan itu adalah penegasan dari UU No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, terutama pasal 9 ayat (1) yang menyebutkan larangan kepemilikan dan penggunaan alat tangkap ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah Indonesia, termasuk jring trawl atau pukat harimau, dan/atau kompressor.

Masuknya Nelayan modern di perairan laut Halsel yang membabi-buta dan bisa beroperasi di rumpon-rumpon secara bebas diduga kuat terstruktur secara sistematis karena adanya kong kalikong antara oknum Aparat, pemilik Rumpon dan pemilik Kapal Nelayan Modern dari Luar Malut, sehingga Kapal tersebut dengan bebas marajalela di perairan laut Halsel, dan tanpa ada pengawasan dari pihak-pihak terkait.

Informasi yang di himpun media ini bahwa Kapal Nelayan modern yang mengunakan
pukat harimau (trawl) pukat tarik ganda (double pair trawl), masuk ke wilayah toritorial maritim Halsel untuk menangkap ikan di rumpon itu diduga tidak memiliki izin SIPI dan Izin Tangkap.

Bahwa siKapal Nelayan yang melakukan penangkapan ikan tidak memiliki izin (dokumen), hal ini melanggar UU RI No. 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas UU RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pasal 26 ayat (1) yang berbunyi : setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengelolaan dan pemasaran ikan diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia wajib memiliki SIUP, pasal 27 ayat (1) yang berbunyi : Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang digunakan untuk melakukanpenangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib memiliki SIPI dan Izin Tangkap Ikan.

Jika hal ini terbukti Pemilik Kapal Nelayan Modern yang menggunakan jaring pukat dan tidak memiliki izin dapat di jerat dengan ancaman pidana 5 tahun penjara, berdasarkan Pasal 93 Ayat 1 juncto Pasal 85 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. (Red/CN)

Ikan di Halsel Jadi Langkah dan Mahal, Pihak Kesultanan Bacan Sesalkan Kapal Tankap Gunakan Pukat Harimau

HALSEL, CN – Akhir-akhir ini para nelayan ikan cakalang (tongkol) dan madidihan (tuna) mengeluh terkait merajalelanya Kapal-Kapal Pajeko (Kapal Tangkap Ikan), yang berasal dari Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara dan Kota Ambon Provinsi Maluku. Yang telah membabi-buta di area Rumpon, yang di pasang di wilayah peairan laut Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel), Provinsi Maluku Utara (Malut). Pasalnya Kapal Tangkap Ikan (Pajeko) itu, masuk di wilayah perairan laut Halsel, yang diduga tidak memiliki Izin tangkap. (2/7/2021)

Olehnya itu, para nelayan Halsel yang tak tahan melihat kondisi ini dan langsung menemui Ompu Datuk Alolong (Jogugu) di keraton Kesultanan Bacan untuk menyampaikan keluhannya.

Salah satu nelayan yang namanya enggan dipublikasi ini menyampaikan bahwa Rumpon yang berada di laut dalam itu, yang seharusnya diperuntukan untuk tangkapan ikan cakalang (tongkol) dan ikan madidihan (tuna) dengan secara memancing. Sepertinya telah beralih fungsi menjadi Rumpon pajeko (Kapal Tangkap Ikan memakai pukat).

Kapal tersebut menangkap ikan di area rumpon menggunakan pukat harimau, yang tentunya dapat merusak benih-benih ikan sekaligus dapat membuat ikan cakalang dan tuna menjadi liar dan menghilang tanpa jejak di area rompun dan bahkan semua wilayah perairan laut Halsel, sebab karena ikan-ikan kecil makananan (umpan) Ikan Cakalang dan tuna sudah dilibas habis oleh pajeko yang menggunakan pukat harimau.

“Ikan cakalang suka baramaeng (bermain) di pinggir rompong karena ada ikan-ikan kecil seperti momar/surihi (Ikan Layang Biru) dan lain-lain sebagai dong (mereka) pe (punya) makanan, tapi mulai ada pajeko datang dan bapukat disitu tong (kami) juga so (sudah) kurang lia (lihat) Ikan Cakalang baramaeng (bermain)” tuturnya

Dia juga menyampaikan bahwa saat ini para nelayan mengalami kesulitan dalam penangkapan ikan cakalang sebab tidak ada ikan cakalang lagi yang bermain di wilayah rompun laut dalam, sehingga hal ini membuat pendapatan para nelayan menurun drastis. Ini juga dapat berdampak pada nelayan lain seperti nelayan bagang (nelayan ikan teri), sebab jika kami tidak pergi memamncing maka kami tidak membeli umpan di bagang, karena nelayan cakalang dan tuna saling membutuhkan dan saling ketergantungan satu sama lain dengan nelayan bagang.

Armada kapal ikan, yang berada diwilayah Maluku utara yang juga sering beroperasi di sini (Halsel) itu kurang lebih 100 armada  baik armada kapal bantuan pemerintah maupun armada kapal ikan swasta, dengan masing-masing armada memiliki Anak Buah Kapal (ABK) 20 orang. Jika di lihat kondisi seperti ini, maka pendapatan kami saat ini akan menurun sungguh miris. Namun dari itu Sangat tidak mungkin jikalau ABK kami akan bertahan dengan mata pencaharian ini, maka sudah pasti mereka akan cari mata pencaharian lain sebagai penggantinya dan sudah pasti mereka akan berhenti menjadi nelayan di kami. Kalaupun ini yang terjadi bagiamana nantinya nasib kami.

“Tong (kita) penasib (punya nasib) bagimana kalau tong (kita) pe (punya) ABK samua turung so (sudah) taramau mangael (tidak mau memancing), karna pendapatan kitorang (kami) yang kaya bagini, gara-gara Pajeko pe (punya) Karja, bagimana juga dengan Nasib Nelayan Bagang yang pe ketergatungan pakitorang (kepada kami), Bolong (belum) lagi nelayan-nelayan pesisir yang mangael (memancing) tuna mulai dari Indomut, Bajo, Sawanakar, Kaputusang, Belang-belang, Loloyjaya, Waya, Indong, Lele, sampe diwilayah Bacan Timur, dong (mereka) momakang (makan) apa kasiang (kasihan)?”, tuturnya dengan rasa kesal

Lanjut dia, Kami juga menduga masuknya Kapal-kapal Pajeko ini karena ada kongkalikong antara oknum aparat, Pemilik Rompun dan pemilik Pajeko, sehingga Pajeko dengan bebas masuk diwilayah Halmahera Selatan tanpa pengawasan dari pihak-pihak terkait. Kami berharap Kesultanan Bacan dapat memfasilitasi kita untuk menyampaikan ini kepada pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan, apalagi Bupati ini sangat respon dengan keluhan-keluhan masyarakat, kami berharap Bupati bisa menertibkan dan memberikan sanksi kepada oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab ini,” tutupnya

Keluhan para nelayan ini mendapat respon dari Ompu Datuk Alolong/Jogugu Kesultanan Bacan, beliau menyampaikan bahwa ini tidak bisa dibiarkan, sebab mengakibatkan kelangkaan ikan dan bisa berdapak buruk pada masyarakat nelayan cakalang, Tuna dan Bagang. Bahkan, berdampak kepada masyarakat Halmahera Selatan terjadi kelangkaan ikan, ikan bisa Mahal dan bisa jadi tidak makan ikan. Wilayah Halmahera selatan ini tempatnya ikan, bagimana bisa kita tidak makan ikan, inikan lucu.

Lanjut Ompu Datuk Alolong bahwa ada wilayah-wilayah yang sudah ditentukan untuk kapal-kapal yang alat tangkapnya seperti pajeko ini, tidak boleh Kapal-kapal ini masuk diwilayah rompun dalam, karna wilayah ini diperuntukan untuk Kapal Ikan Alat Pole Line atau Nelayan yang alat tangkapnya menggunakan Jorang (Ohati). Rompun juga mestinya harus memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan (SIPI).

Dan Pihak kesultanan juga sesali jika ada Oknum-oknum aparat tertentu yang hanya mementingkan kepentingan pribadi sehingga mengabaikan kepentikan khalayak.

Beliu juga sampaikan, kami akan bersama para nelayan akan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Selatan dan Pemerintah Provinsi Maluku Utara, sekaligus kami juga akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan masalah yang tidak main-main iniBaca,” tutup Ompu Kesultanan Bacan. (Red/CN)

Perjuangkan Hak-hak Buruh, PUK SPKEP-SPSI Malut dan PT. IWIP Buat 16 Point Perjanjian K3.

TERNATE, CN – Perjuangkan nasib dan hak buruh di Maluku Utara, Pimpinan Unit Kerja (PUK), Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPKEP-SPSI) Provinsi Maluku Utara (Malut) dan Perusahan Nikel, PT. Indonesia Weda Industrial Park (PT. IWIP). Membuat perjanjian kerja terkait Kesehatan, dan Keselamatan Kerja (K3). (30/07/2021)

PUK SPKEP-SPSI Malut. Akan terus memperjuangkan nasib dan hak para buruh di Maluku Utara yang bekerja di perusahaan pertambangan seperti tambang nikel dan tambang emas.

Terkait hal ini selasa (27/7) kemarin, PUK SPKEP-SPSI Malut, berhasil membuat dan melaksanakan penandatanganan Surat Perjanjian Kerja (SPK) dengan PT IWIP. yang di laksanakan di Royal Resto Ternate dan di hadiri oleh Manajemen PT. IWIP, Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng) dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Maluku Utara.

Pertemuan yang membahas tentang kesepakatan kerja sama dengan PT. IWIP, terdapat 16 point kesepakatan, namun ada dua point yang tidak disepakati. Bunyi point yang di sepakati bersama adalah :

1. Penghentikan sementara smelter A sampai P (tidak dapat disepakati, dengan keterangan tetap dijalankan dengan menjalankan prosedur K3 secara ketat)
2. Pembuatan jalur evakuasi keadaan darurat di setiap Smelter dan area kerja lainnya.
3. Pembuatan alarm peringatan ketika terjadi keadaan darurat
4. Pembuatan area titik kumpul baik di smelter dan area kerja lainnya
5. Pembuatan Rambu-rambu K3 di smelter dan seluruh area kerja
6. Pengenalan bahaya-bahaya kepada pekerja di Smelter
7. Proses memasukan calsin ke tungku wajib sesuai dengan SOP
8. Pembuntukan tim tanggap darurat di setiap Smelter


9. Penyediaan Fire Truck di setiap smelter (tidak dapat disepakati, dengan alternatif pembuatan fire hydrant
10. Penyediaan WC wajib di setiap area proyek
11. Penyediaan fasilitas cuci tangan dan peralatan cuci tangan
12. Pembuatan jalur pejalan kaki di area proyek
13. Penyediaan APD sesuai standar SNI untuk pekerja di Smelter dan gudang ore
14. Penggantian APD rusak
15. Pemenuhan makan bergizi, bervariasi untuk pekerja, dan
16. Fasilitas kendaraan untuk pekerja perempuan Indonesia.

Kesepakatan dalam perjanjian itu langsung di tanda tangani oleh kedua belah pihak Ketua PUK SPKEP-SPSI Malut dan manager PT. IWIP.

Penandatanganan Kesepakatan ini juga di hadiri pihak Manajemen PT IWIP. yaitu Aksan Adam, Manajer HSE, Iwan Kurniawan, Disnakertrans Halteng, Abubakar Saleh, dan Tim Pengawas Ketenaga-Kerjaan, Disnakertrans Malut yaitu Kabid Tenaga Kerja Zainudin Sangadji, Fahriani Yusuf, Demisius O. Boky, Jusnain Harun, dan Munawir A. Sangaji, serta turut hadir Kadisnakertrans Malut, Ir. Ridwan Hasan.

Kepada media ini Ketua PUK SPKEP-SPSI Malut, Ike Masita Tunas mengatakan SPKEP-SPSI Malut tetap mengawal 14 point yang disepakati bersama, sesuai dengan waktu dan tanggal yang telah ditetapkan.

“Komitmen kami jelas, hak-hak buruh harus menjadi prioritas perusahaan, terutama Keselamatan dan Kesehatan Kerja, karena buruh adalah aset utama perusahaan,” kata Ike.

“Ike juga bilang, sebelumnya SPSI ke PT. IWIP terlebih duhalu melayangkan dua surat kepada manajemen PT. IWIP untuk diadakan Perundingan Bipartit dalam masa tenggang waktu 14 hari, sesuai Kepmen 232 tahun 2003 Pasal 4. Akan tetapi upaya itu sia-sia” ucapnya

Sambung dia “Dan pada akhirnya, di bulan Juli 2021 ini tepat tanggal 22, PUK SPKEP-SPSI melayangkan surat pemberitahuan Mogok Kerja yang ditujukan kepada Kadisnakertrans Malut, Kadisnakertrans Halteng, dan Pimpinan Perusahaan PT IWIP, mogok kerja itu direncanakan tanggal 29 Juli 2021 – 1 Agustus 2021″ terangnya.

Dalam isi surat tersebut, berkaitan dengan hal. Permintaan Perundingan Bipartit yang di sampaikan ke Pimpinan PT. IWIP, bersifat penting karena adanya berbagai rentetan kejadian problema Kecelakaan Kerja yang terjadi dilingkup perusahan tambang dan adanya beberapa waktu lalu terjadi insiden  kebakaran pada smelter A, pada tangg 15 Juni 2021. Sehingga mengakibatkan nyawa Pekerja/buruh melayang, serta penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dilingkungan kerja PT. IWIP yang harus diterapkan sesuai Undang- undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja dan. peraturan lainnya yang berkaitan dengan K3 agar kejadian tersebut di cegah sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di kemudian hari.

“Karena hal ini menyangkut dengan Keselamatan dan Kesehatan kerja, para Pekerja/buruh karyawan maka kami melakukan aksi mogok kerja ini,” demikian isi surat PUK SPKEP-SPSI PT IWIP.

“Ike Masita Tunas juga berharap PT. IWIP benar-benar berkomitmen merealisasikan kesepakatan yang sudah ditandatangani bersama ini, hak dan kewajiban antara perusahaan dengan buruh dapat berjalan semestinya” pungkasnya

Dilain hal, Kadisnakertrans, Ridwan Goal Putra Hasan juga menegaskan pihaknya tetap menjalankan aturan untuk menyelesaikan perselisihan antara perusahaan dengan tenaga kerja.

“Saya ditugaskan oleh Gubernur untuk memastikan hak-hak para Pekerja benar-benar menjadi perhatian perusahaan, terutama terkait K3,” tegas Ridwan

Mantan Kadis DLH Malut ini memastikan akan merespon cepat laporan terkait dengan hak-hak pekerja yang diabaikan oleh pihak perusahaan. Bahkan, Disnakertrans akan mengambil langkah tegas jika temukan masalah yang serius.

“Disnaker akan mengambil tindakan tegas sesuai aturan perundang undangan jika perusahaan mengabaikan item-item yang sudah disepakati,” tutur Ridwan. (Red/CN)

Sepanjang Juli 2021, Positif Covid-19 di Halsel Tercatat 794 Kasus, 22 Orang Meninggal Dunia

Halsel, CN – Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Halsel, Husen Alhadar saat ditemui awak media, Jum’at (30/7/2021) mengatakan,  meningkatnya kasus positif Covid-19 di Halsel terjadi pada bulan Juli 2021.

Dikatakan, peningkatan kasus positif Covid-19 di Halsel pada bulan Juli 2021 tercatat sebanyak 794 kasus positif aktif sehingga akumulasi per 29 Juli  sebanyak 1.761 kasus.

“Peningkatan kasus positif Covid-19 terjadi pada Juli 2021 sebanyak 794 kasus positif aktif, sehingga data akumulasi kasus positif Covid-19 di Halsel per 29 Juli 2021 mencapai angka 1.761 kasus,” ujar Husen.

Dikatakan, kasus pasien Covid-19 yang meninggal pada bulan Juli 2021 sebanyak 22 orang dari 794 kasus positif.  “Khusus dalam bulan Juli sejak tanggal 01-30 sebanyak 794, dan 22 orang meninggal dunia karena covid. Jadi akumulasi jumlah kasus meninggal karena Covid19 hingga 29 Juli 2021 tercatat sebanyak 42 orang,” jelasnya.

Dikatakan Husen, update per tanggal 29 Juli 2021, total kasus terkonfirmasi covid sebanyak 1.761 dan tercatat yang meninggal 42 orang,” pungkasnya.

Sementara berdasarkan data Covid-19 Halsel yang dihimpun Cerminnusantara.co.id pada 29 Juli 2021 sebagai berikut: ditracking  2,223 orang (+ 45 orang), ditesting  9.041 org (+ 159 orang), Negatif  6,179 orang (+ 139 orang), Positif 1.761 orang (+ 20 orang), dirawat 609 orang (+ 33 orang), Sembuh 1.110  orang (+52 orang), dan meninggal 42 orang (+ 1 orang). (Red-01)

Sejak 2020, Tercatat 301 Pasien Covid-19 Dirawat di RSUD Labuha, 25 Meninggal Dunia

Halsel,CN – Dalam catataan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuha, sejak 2020-2021 sebanyak 301 pasien Covid-19 yang  dirawat, 25 pasien diantarannya meninggal dunia.

Hal itu disampaikan Ketua Satgas Internal Penanganan Covid RSUD Labuha, La Ode Emi, saat dikonfirmasi Cerminnusantara.co.co.id di RSUD Labuha, Kamis, (29/7/2021).

La Ode menyebutkan, di masa pandemi Covid-19, pasien covid yang dirawat di ruang isolasi totalnya sebanyak 301 pasien, 25 meninggal dunia akibat terjangkit virus corona, angka itu rekapan tahun 2020-2021.

Dikatakan, hingga kini masih ada 16 pasien covid yang masih menjalani perawatan di ruang isolasi RSUD Labuha.

“Pada Tahun 2020 tercatat sebanyak 138 pasien covid, 9 pasien meninggal sedangkan pada tahun 2021 mulai Januari s/d 27 Juli tercatat 163 pasien covid, dan dari jumlah itu  sebanyak 16 pasien Covid meninggal dunia selama dirawat di ruang isolasi,” rinci La Ode Emi.

La Ode menerangkan, pasien Covid yang meninggal itu ada yang memiliki gejala penyakit bawaan dan ada juga yang tidak memiliki gejala penyakit.

Ditanya tentang ketersediaan obat-obatan dan oksigen di RSUD, La Ode mengaku stok obat dan oksigen masih cukup. ”Tapi ada salah satu jenis obat Covid sangat sulit didapatkan yaitu Favipiravir,” pungkasnya. (Red-01)